Banda Aceh – Aceh memasuki dua dekade perdamaian pasca konflik berdarah antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia. Meski perdamaian sudah berlangsung 20 tahun, jejak konflik dengan puluhan ribu korban jiwa dan kerugian harta benda masih terasa hingga kini.
Rektor Universitas Malikussaleh, Prof. Herman Fithra, menilai pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat. “Beberapa poin kesepakatan MoU Helsinki belum berjalan maksimal, termasuk pemanfaatan sumber daya alam, pelabuhan, bandara, hutan, dan hubungan luar negeri yang diatur dalam UUPA,” ujarnya, Selasa (26/08/25).
Ia menegaskan, kesejahteraan Aceh tak lepas dari kondisi ekonomi yang saat ini masih bergantung pada pasokan pangan dari provinsi tetangga. Pemerintah daerah, pusat, pelaku usaha, dan masyarakat perlu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan potensi perkebunan, pertanian, dan hilirisasi dengan dukungan investasi yang tidak dipersulit regulasi maupun biaya tambahan.
Terkait migas, Herman menyebut pembagian hasil tetap mengacu pada UUPA, di mana wilayah laut di bawah 12 mil menjadi hak Aceh sebesar 70 persen. Pengelolaan migas saat ini dilakukan oleh PEMA melalui PGE di Landing, Lhoksukon, Aceh Utara, sementara data bagi hasil dikelola BPMA sebagai otoritas berwenang.
“Perdamaian tak berarti tanpa kesejahteraan, dan kesejahteraan hanya tercapai melalui pertumbuhan ekonomi yang merata di berbagai sektor pembangunan,” tegasnya. [MJAF]