Banda Aceh – Aceh mencatatkan sejarah baru dengan dilantiknya Muzakir Manaf, yang dikenal sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sebagai Gubernur Aceh. Dalam pasangan dengan Fadhlullah, seorang politikus nasional dan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada era 90-an, keduanya kini mengemban amanah untuk memimpin Aceh menuju masa depan yang lebih baik. Program-program yang akan mereka jalankan sangat dinantikan oleh masyarakat Aceh yang berharap adanya perubahan signifikan.
Muzakir Manaf, yang akrab disapa Muallem di kalangan GAM dan masyarakat Aceh, memiliki latar belakang panjang dalam perjuangan kemerdekaan. Ia mengikuti pelatihan militer di Libya di bawah bimbingan Tgk. Muhammad Hasanditiro, deklarator Gerakan Aceh Merdeka. Sebagai Panglima GAM, Muallem tetap istiqamah dalam memperjuangkan kemerdekaan Aceh hingga pertengahan Agustus 2005. Pada tanggal 15 Agustus 2005, Perdana Menteri Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, menandatangani MOU Helsinki di Finlandia yang menjadi titik akhir konflik bersenjata dan membuka jalan menuju perdamaian.
Setelah penandatanganan MoU Helsinki, Muallem dan 3.000 pasukan elit GAM yang dilengkapi senjata lengkap, serta ribuan sipil GAM yang bertahan di gunung-gunung Aceh dan luar negeri, akhirnya turun dari medan perang dan beralih ke perjuangan politik. Kini, setelah perjalanan panjang tersebut, Muallem berhasil menduduki jabatan sebagai orang nomor satu di Aceh, dengan harapan besar dari lebih dari tiga juta rakyat Aceh yang menginginkan perubahan menuju daerah yang lebih maju, sejahtera, dan bebas dari kemiskinan.

Namun, tantangan besar kini menanti di depan mata. Kepemimpinan Muallem dan Fadhlullah akan diuji dalam hal pengelolaan pemerintahan dan keuangan daerah. Jika tidak dikelola dengan profesional, risiko terjadinya penyimpangan anggaran yang mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya bisa menjadi bumerang bagi pemerintahan mereka. Selain itu, berbagai prediksi di kalangan masyarakat juga mengarah pada kemungkinan adanya kendala dalam memakmurkan Aceh dan perpecahan dalam kepemimpinan Muallem.
Kini, seluruh mata masyarakat Aceh tertuju pada duet ini, menunggu bagaimana mereka akan menghadapi tantangan besar ini, serta apakah mereka mampu mewujudkan janji perubahan yang dinanti-nantikan.