Lhokseumawe – Sejumlah mahasiswa dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Lhokseumawe pada Kamis (2/1/24). Aksi tersebut digelar sebagai bentuk penolakan terhadap rencana pemerintah yang akan menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen.
Para mahasiswa menyampaikan protes mereka melalui orasi dan tuntutan yang ditujukan kepada DPRK Lhokseumawe. Koordinator aksi, Raja Muda, menegaskan bahwa kebijakan kenaikan PPN ini berpotensi memberikan dampak negatif bagi masyarakat kecil. Ia menyatakan bahwa meskipun kebijakan ini hanya diberlakukan untuk barang mewah, ada kekhawatiran bahwa dalam jangka panjang, PPN tersebut akan turut membebani kebutuhan sehari-hari masyarakat.
“Walaupun kebijakan ini hanya diberlakukan untuk barang mewah, kami khawatir PPN ini akan menyasar kebutuhan pokok masyarakat, yang pada akhirnya akan memberatkan mereka,” ungkap Raja.
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa juga mengajukan beberapa tuntutan kepada pemerintah. Mereka mendesak agar pemerintah memberikan penjelasan yang lebih jelas mengenai klasifikasi barang mewah, terutama melalui peraturan turunan seperti Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu), guna menghindari kebingunguan di kalangan masyarakat.
Selain itu, mereka meminta pemerintah untuk segera menstabilkan harga barang kebutuhan pokok yang akhir-akhir ini terus mengalami kenaikan yang signifikan. Mahasiswa mendorong agar kebijakan PPN 12 persen ini dikaji ulang dengan melibatkan berbagai pihak dalam proses yang lebih transparan, guna memastikan kebijakan tersebut tidak memberatkan rakyat kecil.
Tak kalah penting, mereka juga menekankan pentingnya mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal, alih-alih memberlakukan kebijakan pajak baru yang justru membebani masyarakat bawah. Aksi ini menunjukkan keprihatinan mahasiswa terhadap kebijakan ekonomi yang dianggap tidak berpihak pada masyarakat kurang mampu.
Lhokseumawe – Sejumlah mahasiswa dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Lhokseumawe pada Kamis (2/1/24). Aksi tersebut digelar sebagai bentuk penolakan terhadap rencana pemerintah yang akan menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen.
Para mahasiswa menyampaikan protes mereka melalui orasi dan tuntutan yang ditujukan kepada DPRK Lhokseumawe. Koordinator aksi, Raja Muda, menegaskan bahwa kebijakan kenaikan PPN ini berpotensi memberikan dampak negatif bagi masyarakat kecil. Ia menyatakan bahwa meskipun kebijakan ini hanya diberlakukan untuk barang mewah, ada kekhawatiran bahwa dalam jangka panjang, PPN tersebut akan turut membebani kebutuhan sehari-hari masyarakat.
“Walaupun kebijakan ini hanya diberlakukan untuk barang mewah, kami khawatir PPN ini akan menyasar kebutuhan pokok masyarakat, yang pada akhirnya akan memberatkan mereka,” ungkap Raja.
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa juga mengajukan beberapa tuntutan kepada pemerintah. Mereka mendesak agar pemerintah memberikan penjelasan yang lebih jelas mengenai klasifikasi barang mewah, terutama melalui peraturan turunan seperti Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu), guna menghindari kebingunguan di kalangan masyarakat.
Selain itu, mereka meminta pemerintah untuk segera menstabilkan harga barang kebutuhan pokok yang akhir-akhir ini terus mengalami kenaikan yang signifikan. Mahasiswa mendorong agar kebijakan PPN 12 persen ini dikaji ulang dengan melibatkan berbagai pihak dalam proses yang lebih transparan, guna memastikan kebijakan tersebut tidak memberatkan rakyat kecil.
Tak kalah penting, mereka juga menekankan pentingnya mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal, alih-alih memberlakukan kebijakan pajak baru yang justru membebani masyarakat bawah. Aksi ini menunjukkan keprihatinan mahasiswa terhadap kebijakan ekonomi yang dianggap tidak berpihak pada masyarakat kurang mampu.