Aceh Utara – Ketegangan antara Aceh dan Medan belakangan ini dinilai dapat merugikan kedua daerah apabila tidak segera diredam.
Polemik yang dipicu rencana Gubernur Sumatera Utara mengenai pelarangan truk angkutan barang berpelat BL dikhawatirkan berdampak pada roda perekonomian masyarakat provinsi aceh.
“Petani Aceh bisa rugi kalau penjualan gabah dan komoditi lain terhambat, Selama ini pasar terbesar bagi usaha pertanian memang satu satunya Medan Jika harga jatuh yang paling menderita adalah petani kecil.
Disaranka pemerintah jangan saling bersiteru berkaitan dengan viralnya Plat Nopol Truck yang beroperasi di Medan Provinsi Sumatera, tapi alangkah baiknya duduk bersama mencari solusi yang adil dan tepat,ujarnya.
Oleh karena itu, para pemimpin daerah diminta tidak mudah terprovokasi isu yang berpotensi memperuncing masalah hingga memancing konflik kedua daerah.
Masyarakat Sumatera Utara juga akan merugi pasalnya pasukan gabah terbatas harga beras meroket akibat salah satu pintu produksi ditutup, ini akan bahaya bagi Pemerintah Sumatera Utara, akan ada gejolak protes dikalangan masyarakat sendiri, bukan hanya kenaikan harga beras namun harga pupuk juga naik akibat Truck Medan tidak masuk ke PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) yang Berada di Aceh Utara untuk mengangkut Pupuk subsidi dan Nonsubsidi bagi petani kecil, di medan juga butuh pupuk ribuan ton per tahun yang ditebus di manajemen PT. PIM dan didistribusikan sesuai data Dinas Pertanian Sumatera Utara. Selain GABAH dan Pupuk juga komoditi lainnya harus dibeli dengan harga tinggi dari berbagai kabupaten di Sumut.
“Aceh dan Medan selama ini ibarat saudara sekandung. Persoalan ini sebaiknya dibicarakan secara bijak, duduk semeja, dan mencari solusi bersama, terutama terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD),” Ujarnya.
Aceh selama ini dikenal sebagai salah satu sentra produksi pertanian, perkebunan, dan hasil laut di Sumatera. Gabah, pinang, kakao, CPO, kelapa, dan nilam menjadi komoditas unggulan yang sebagian besar dipasarkan ke Sumatera Utara.
Data produksi gabah di Aceh Utara saja misalnya,lahan produktif 60.000 hektar, dengan rata-rata hasil panen enam ton per hektar, nilai jual pada harga normal bisa mencapai Rp 6juta per ton. Namun, bila akses distribusi ke Medan terhambat, harga dapat turun hingga Rp4.000 per kilogram, yang berarti petani bisa kehilangan Rp1 juta per ton sampai 2 juta Potensi kerugian total diperkirakan mencapai Rp60 sampai 120 miliar sekali panen.
Di sisi lain, pasokan barang dari Medan ke Aceh juga sangat vital. Kebutuhan rumah tangga, bahan bangunan, hingga pasokan gas Oksigen untuk sejumlah rumah sakit di Aceh sebagian besar bergantung pada distribusi melalui jalur darat. Jika distribusi terganggu, harga barang pokok bisa melonjak dan memicu kelangkaan. Kondisi ini dikhawatirkan akan terjadi inflasi, bahkan mengancam keselamatan pasien di rumah sakit bila pasokan oksigen terhenti.
Memperingatkan, ketegangan di perbatasan Aceh–Sumut tidak hanya berimbas pada sektor pertanian, melainkan juga pada stabilitas sosial. Inflasi dan kelangkaan bahan pokok berpotensi memicu keresahan hingga aksi demonstrasi masyarakat, termasuk pelajar dan mahasiswa di kedua daerah larut dalam ketegangan dengan Pemerintah dan aparat keamanan.
Disarankan agar Gubernur Sumatera Utara Muhammad Boby Nasution dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) bisa duduk semeja membahas persoalan ketegangan usaha mendapatkan PAD melalui kenderaan bermotor dan pajak pengangkutan darat, semua puhakbharus iklas bahas persoalan ini. [Ms]