BANDA ACEH – Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe Aceh, Tgk. Malik Mahmud Al Haytar, dalam rentang pertengahan Juni hingga Juli 2025, melakukan serangkaian langkah strategis di bidang diplomasi, budaya, dan kelembagaan untuk memperkuat posisi Aceh sebagai daerah istimewa pascakonflik. Melalui kunjungan resmi lintas provinsi dan kerja sama antarnegara, Wali Nanggroe mengukuhkan kembali peran Aceh dalam percaturan nasional maupun internasional.
Perkuat Jalur Diplomasi Perdamaian
Puncak agenda diplomatik terjadi pada 30 Juni 2025 saat Wali Nanggroe menghadiri forum strategis di Kedutaan Besar Finlandia di Jakarta bersama tokoh-tokoh penting seperti M. Jusuf Kalla, Dr. Dino Patti Djalal, dan Hamid Awaluddin. Pertemuan ini menjadi tonggak revitalisasi semangat perdamaian berdasarkan MoU Helsinki 2005, serta mempertegas peran Aceh sebagai contoh keberhasilan resolusi konflik dalam pembangunan nasional.
Beberapa hari sebelumnya, pada 20 Juni, Wali Nanggroe juga bertemu Konsul Jenderal Singapura untuk Sumatera, Dr. Edmund Chia, di Medan. Keduanya membahas kerja sama bidang pendidikan dan investasi, termasuk rencana kunjungan akademisi dan pelaku usaha Singapura ke Aceh.
Masih dalam jalur diplomasi luar negeri, Katibul Wali Nanggroe, Abdullah Hasbullah, mewakili Aceh dalam peringatan Hari Nasional Rusia di Jakarta. Dalam forum itu, ia bertemu Dubes Rusia untuk ASEAN, Mr. Evgeny Zagainov, membahas peluang kerja sama budaya dan pendidikan dalam kerangka ASEAN.
Dorong Penguatan Otonomi dan Kelembagaan
Langkah domestik tak kalah penting. Pada 12 Juli, Wali Nanggroe bertemu Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk membahas pelaksanaan kekhususan Aceh, penguatan lembaga adat, dan tata kelola daerah.
Sebelumnya, pada 3 Juli, Wali Nanggroe menerima Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Dr. Zulkifli Yus, membahas pembentukan Sekretariat Peradilan Syariat Islam sebagai bagian dari implementasi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Pada 2 Juni, perwakilan Lembaga Wali Nanggroe juga bertemu jajaran Kementerian Hukum dan HAM di Bandung guna mendorong percepatan harmonisasi regulasi UUPA melalui pendekatan omnibus law, agar sinkron dengan sistem hukum nasional.
Revitalisasi Budaya dan Pendidikan
Wali Nanggroe juga mendorong kerja sama kebudayaan dan edukasi. Dalam kunjungan ke Keraton Yogyakarta pada 27 Juni, ia berdiskusi dengan GKR Pembayun tentang pelestarian nilai-nilai adat di tengah arus globalisasi.
Dalam lawatan budaya pada 26 Juni ke Museum Dirgantara Mandala TNI AU, Wali Nanggroe memaparkan rencana pendirian Museum Dirgantara di Aceh yang akan mengangkat sejarah perjuangan maritim Aceh, termasuk kiprah Laksamana Malahayati.
Sektor pendidikan juga menjadi prioritas. Lembaga Wali Nanggroe menggandeng Kementerian Pendidikan Singapura untuk menggelar lokakarya bersama kepala sekolah SMP se-Aceh, bertujuan mengadopsi praktik pembelajaran dan manajemen sekolah modern berbasis teknologi.
Bangkitkan Semangat Historis Aceh
Dalam pertemuan dengan Komandan Satuan Brimob Polda Aceh, Kombes Pol Zuhdi Batubara pada 10 Juli, Wali Nanggroe menekankan pentingnya menggali kembali semangat perjuangan rakyat Aceh, terutama kekuatan laut dan tokoh-tokoh seperti Inong Balee dan Laksamana Malahayati.
Simbol dan Aktor Strategis
Rangkaian kegiatan ini menunjukkan bahwa Lembaga Wali Nanggroe tidak semata simbol adat, melainkan aktor strategis dalam memperkuat perdamaian, identitas, dan pembangunan Aceh secara berkelanjutan. Dalam konteks pasca-konflik dan otonomi khusus, peran Wali Nanggroe kian vital dalam memastikan Aceh tetap relevan di tengah dinamika nasional dan global.(ADV)