Banda Aceh | Salah satu bonus lahirnya reformasi adalah lahirnya Lembaga Pengawas Pemilihan Umum didasarkan lahirnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 yang mengamanatkan pembentukan lembaga ad hoc pengawas pemilu dan setelahnya lahir Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 dengan mempermanenkan Pengawas Pemilu di tingkat pusat menjadi Bawaslu.
Setelahnya pada tahun 2011 melalui Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Memperkuat kelembagaan Bawaslu dengan mempermanenkan Panwaslu di tingkat provinsi menjadi Bawaslu Provinsi, dan kemudian pada tahun 2017 lahirnya Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 yang Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Bawaslu, termasuk kewenangan adjudikasi dalam penanganan pelanggaran administrasi pemilu. Puncak reformasi kewenangan serta status kelembagaan Bawaslu terjadi tahun 2017 dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Salah satu aspek penting dari aturan ini ialah permanennya Bawaslu tingkat kabupaten/kota. UU Pemilu 7/2017 ini mengamanhkan Bawaslu Kabupaten/Kota sebagai lembaga permanen paling lambat satu tahun setelah Presiden Joko Widodo mengesahkan UU ini pada 15 Agustus 2017. Dan pada 15 Agustus 2018 Bawaslu Kabupaten/Kota sah menjadi lembaga permanen. Di usia ke-7 tahun Bawaslu Kabupaten/Kota telah melaksanakan tugasnya dalam mengawasi Pemilihan Umum yaitu Pemilihan Umum tahun 2019 dan 2024.
Badan Pengawas Pemilihan Umum(Bawaslu) merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk menjaga integritas dan keberlangsungan proses demokrasi dalam pemilihan umum di Indonesia. Bawaslu bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan pemilu, mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga pengumuman hasil. Lembaga Bawaslu terus diperkuat dan terakhir lahirnya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor Nomor 104/PUU-XXIII/2025 yang putusannya diantaranya sebagai berikut:
Menyatakan kata “rekomendasi” pada Pasal 139 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “putusan”;
Menyatakan frasa “memeriksa dan memutus” dan kata “rekomendasi” pada Pasal 140 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai frasa “memeriksa dan memutus” menjadi “menindaklanjuti” dan kata “rekomendasi” menjadi “putusan”;
Dengan lahirnya putusan Mahkamah tersebut Rekomendasi Bawaslu semakin kuat dihadapan hukum karena rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bawaslu terkait hasil pengawasan pemilu maupun pilkada sudah merupakan keputusan yang mengikat. Sehingga tidak memerlukan lagi kajian dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Lembaga Bawaslu menjadi Mahkamah dalam dunia Demokrasi yang semakin berkembang dan menjadi tempat terjadinya keadilan bagi peserta pemilu. Hal ini dibuktikan dengan citra positif dan kepuasan publik terhadap lembaga Bawaslu, hal ini didasarkan pada hasil survei yang dilansir oleh Litbang Kompas Citra positif dan kepuasan publik usai Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 terhadap Bawaslu meningkat yang mencapai tingkat kepuasan masyarakat pada Juni 2024 sebesar 73,5 persen, lalu September 2024, tingkat kepercayaan publik terhadap Bawaslu sebesar 75,1 persen. Kemudian Januari 2025 kepercayaan publik terhadap Bawaslu meningkat sebanyak 81,6 persen yang berada pada posisi kedua. Pada posisi pertama, masih ditempati oleh TNI dengan tingkat kepercayaan sebanyak 94,2 persen. Masyarakat memiliki peran penting dalam pengawasan pemilu, karena mereka merupakan pemegang kedaulatan dalam sistem demokrasi. Tanpa partisipasi dan pengawasan dari masyarakat, pemilu tidak dapat berjalan dengan baik dan dapat terjadi pelanggaran yang merusak integritas pemilu. Sehingga tagline Bawaslu adalah “Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu”. Tagline ini digunakan untuk mengajak masyarakat berpartisipasi aktif dalam pengawasan pemilu dan menegaskan peran Bawaslu dalam menegakkan keadilan pemilu.
Dalam Bawaslu terdapat beberapa pokja diantaranya:
Netralitas ASN yang bertugas untuk memastikan aparatur sipil negara (ASN) bersikap netral dalam pemilu.
Pengelolaan Dana Hibah yang bertugas untuk mengawasi pengelolaan dana hibah yang diberikan untuk kegiatan pemilu.
Penanganan Pelanggaran yang bertugas untuk menangani laporan dan temuan pelanggaran pemilu.
Alat Peraga Kampanye (APK) yang bertugas untuk mengawasi pemasangan dan penertiban APK.
Pokja Gakkumdu yang dasar pembentukan Gakkumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu) adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya Pasal 486 ayat (1). Pasal ini menjelaskan bahwa Gakkumdu dibentuk untuk menyatukan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilu antara Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan Agung. Gakkumdu berperan sebagai pusat koordinasi dan penanganan dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu.
Dengan kelengkapan alat kerja dan jajaran sampai tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) sudah sangat layak untuk memberi dukungan kepada Bawaslu untuk bekerja secara independen yang dan menjaga integritas dan keberlangsungan proses demokrasi dalam pemilihan umum sesuai dengan aturan dan kewenangan yang ada.
Terkhusus untuk Provinsi Aceh Lembaga Pengawas Pemilihan terdapat dualisme Lembaga yaitu Lembaga Pengawas Pemilihan Umum yang di rekrut oleh Bawaslu RI berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang bertugas untuk mengawasi Pemilihan Umum dan bersifat permanen dan yang satunya lagi Lembaga Pengawas Pemilihan hasil rekrutmen DPRA tingkat Provinsi dan hasil rekrutmen DPRK untuk tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Aceh No 11 tahun 2006 yang bertugas untuk mengawasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota serta Bupati dan Wakil Bupati dan sifatnya adhoc. Dirgahayu Badan Pengawas Pemiihan Umum Kabupaten/Kota yang ke-7 (15 Agustus 2018-15 Agustus 2025).