Lhokseumawe – Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Lhokseumawe gelar pelatihan intensif programmer film yang diikuti oleh enam mahasiswa dari Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Selasa-Rabu (21-22/5/2025). Kegiatan ini merupakan implementasi dari kerjasama antara FUAD dengan Aceh Documentary Film sebagai bagian dari Program Programmer Gampong Film yang digagas Aceh Documentary Film.
Pelatihan ini bertujuan membekali mahasiswa dengan kemampuan kuratorial film menyusun program pemutaran yang relevan secara sosial dan kultural, sekaligus menjadikannya sebagai sarana edukatif dan reflektif dalam studi komunikasi berbasis nilai-nilai Islam.
“Kami ingin membangun komunitas film di kampus, bukan sekadar untuk tontonan, tapi juga sebagai ruang kajian. Film bisa menjadi jembatan memahami realitas sosial dan menjadi materi pembelajaran dalam komunikasi Islam,” ujar Dr.Rizqi Wahyudi, M.Kom.I., Wakil Dekan III FUAD.
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Adab, Dr. Ruhama Wazna, turut memberikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan pelatihan ini. Ia menyatakan bahwa kegiatan tersebut sejalan dengan visi fakultas dalam pengembangan ilmu berbasis konteks sosial, budaya dan kearifan lokal.
“Kami mendukung sepenuhnya kegiatan ini. Harapannya, ini menjadi awal dari berbagai inisiatif lain yang memadukan film dengan kajian keislaman, terutama dalam ranah Komunikasi dan Penyiaran Islam,” kata Dr. Ruhama Wazna.
Dalam pelatihan ini, mahasiswa dikenalkan pada proses penyusunan tema pemutaran film, diskusi kontekstual, serta aspek teknis seperti hak cipta, distribusi film, hingga pengelolaan ruang pemutaran. Mereka juga diajarkan bagaimana mengelola acara pemutaran yang edukatif dan mendalam.
Fadhil, mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, mengaku pelatihan ini membuka perspektif baru. “Saya baru sadar bahwa film bisa menjadi alat perubahan. Ia bisa dianalisis, dikaji, dan dijadikan media dakwah yang kontekstual,” tuturnya.
Aceh Documentary menilai penting kehadiran programmer film di lingkungan kampus sebagai penggerak perubahan. Di luar dominasi layar bioskop komersial, film dokumenter dan alternatif bisa menjadi media refleksi sosial yang tajam, apalagi bila dikaji dalam kerangka akademik.
“Bioskop boleh belum ada di kota ini, tapi jika komunitas film tumbuh di kalangan mahasiswa, maka kita telah menyiapkan landasan budaya yang kokoh. Film tidak hanya ditonton, tapi dipikirkan dan dikaji,” kata Jamaluddin Phonna, perwakilan Aceh Documentary.
Dengan pelatihan ini, diharapkan mahasiswa IAIN Lhokseumawe dapat menjadi pelaku aktif dunia film yang mencerahkan melalui kajian, apresiasi, dan penyebaran gagasan yang selaras dengan nilai-nilai Islam dan kebutuhan masyarakat.[*]