Lhokseumawe | Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menegaskan bahwa aparatur sipil negara (ASN) dilarang merangkap profesi sebagai wartawan, kecuali dalam tiga instansi resmi milik negara, RRI, TVRI, dan Kantor Berita Antara. Ketiganya memiliki aturan khusus yang mengikat karena sejak awal memang ditetapkan sebagai lembaga penyiaran atau media informasi milik negara.
Ketua PWI Lhokseumawe, Sayuti Ahmad, mengungkapkan keprihatinannya atas maraknya oknum ASN yang menjalankan peran ganda sebagai pelayan publik sekaligus wartawan di luar tiga lembaga tersebut. “Ini praktik yang sangat rawan dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. ASN memiliki akses terhadap data dan kebijakan internal yang tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.
Menurut Sayuti, sejumlah kasus menunjukkan bahwa ASN yang menjadi wartawan kerap memanfaatkan posisi gandanya untuk mendapatkan informasi strategis secara tidak etis. “Di lingkungan pemerintahan, masih banyak ASN yang aktif menulis dan mengaku sebagai wartawan tanpa tergabung dalam organisasi resmi. Ada juga yang bertugas di DPR atau dinas strategis namun tetap aktif meliput,” katanya.
Ia menambahkan, PWI sebagai organisasi profesi wartawan sudah menerapkan aturan tegas usai Kongres PWI di Solo dan Bandung. Dalam aturan tersebut, ASN dilarang rangkap profesi wartawan. “Kami di PWI Lhokseumawe sudah menonaktifkan tiga anggota yang berstatus ASN. Mereka akhirnya memilih jalan masing-masing, termasuk ada yang mengambil pensiun dini demi melanjutkan karier jurnalistik secara penuh waktu,” ujar Sayuti.
Ia juga menyoroti kondisi di Aceh Utara dan Bireuen, di mana masih ditemukan ASN yang secara diam-diam menjalankan aktivitas jurnalistik di luar kendali organisasi resmi. “Bahkan ada yang mewawancarai atasannya sendiri, kepala dinas tempat ia bekerja. Ini jelas melanggar etika dan menciptakan ruang penyalahgunaan,” sambungnya.
Sayuti menegaskan, hanya ASN di RRI, TVRI, dan Kantor Berita Antara yang diperbolehkan secara hukum menjalani profesi wartawan, karena mereka merupakan lembaga penyiaran negara dengan regulasi tersendiri. “Di luar itu, ASN harus memilih. Jika ingin menjadi wartawan, maka tinggalkan status ASN. Jika tetap sebagai ASN, maka jangan gunakan profesi wartawan sebagai kedok kepentingan pribadi,” pungkas Sayuti Ahmad