BANDA ACEH – Juha Christensen, salah satu perintis perdamaian Aceh yang berperan penting dalam proses perdamaian Aceh (2005), termasuk menghubungkan tokoh seperti Martti Ahtisaari dengan pihak GAM dan menginisiasi negosiasi damai yang memuncak pada penandatanganan perjanjian damai di Helsinki pada Agustus 2005 juga Mantan penasihat khusus Aceh Monitoring Mission (AMM) hingga 2006 yang berasal dari Finlandia, menegaskan pentingnya menjaga perdamaian Aceh melalui dialog dan musyawarah. Hal itu ia sampaikan usai menghadiri peringatan 20 tahun Hari Damai Aceh di Balai Meuseuraya Aceh (BMA), Banda Aceh, Jumat (15/8/2025).
Menurut Juha, keberhasilan Aceh mempertahankan perdamaian selama dua dekade merupakan pencapaian luar biasa yang jarang terjadi di dunia. “Kalau ada perbedaan pendapat, kita harus duduk bersama, berdialog. Tidak ada instrumen lain untuk menyelesaikan masalah selain musyawarah,” ujarnya.
Juha juga menilai sebagian besar poin MoU Helsinki telah terealisasi dengan baik, meskipun masih ada beberapa hal yang perlu dibahas lebih lanjut. Salah satunya adalah isu bendera Aceh.
“Terkait bendera, hal itu harus dibicarakan secara resmi antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat. Tugas kita bersama adalah menjaga dan menyempurnakan apa yang sudah dicapai,” tegasnya.
Ia mengapresiasi komitmen para mantan kombatan GAM yang tetap setia pada perdamaian meski belum semua butir perjanjian terealisasi. Menurutnya, hal ini menunjukkan kedewasaan politik dan tekad kuat rakyat Aceh untuk hidup damai.
“Dua puluh tahun adalah waktu yang panjang. Dunia melihat Aceh sebagai contoh nyata bahwa perdamaian bisa bertahan jika dijaga dengan keikhlasan dan tanggung jawab,” kata Juha. [Ms]