Aceh Tenggara – gentapost.com | Sejumlah penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di Desa Tanjung Baru, kecamatan Darul Hasanah, kabupaten Aceh Tenggara, merasa kecewa setelah mengetahui bahwa bantuan yang diterima tidak sesuai dengan ketentuan.
Salah satu penerima BLT, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa dirinya hanya menerima bantuan sebesar Rp800.000 per tiga bulan.
Padahal, seharusnya bantuan tersebut diberikan sebesar Rp300.000 setiap bulan ataupun 900.000 pertiga bulan selama 12 bulan penuh, atau total Rp3.600.000 per tahun.

“Saya hanya terima Rp800.000,. Padahal menurut aturan, bantuan harusnya diberikan setiap bulan,” ujar sumber tersebut yang di rahasiakan.
Program BLT Dana Desa sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendesa PDTT).
Besaran bantuan yang ditetapkan adalah Rp300.000 per bulan untuk setiap keluarga penerima manfaat, yang disalurkan selama 12 bulan penuh. Dana ini diambil dari alokasi dana desa sebesar 10%-25% sesuai kebutuhan masing-masing desa. Selain itu, mekanisme penyaluran BLT mengharuskan adanya transparansi, mulai dari pendataan hingga pelaporan.
Penentuan penerima manfaat dilakukan melalui Musyawarah Desa (Musdes), sementara pengawasan dilakukan oleh inspektorat daerah untuk memastikan bantuan tepat sasaran.
Namun, kenyataan di Desa Tanjung Baru tampaknya berbeda. Hingga berita ini diterbitkan, kepala desa Johardi melalui Sekretaris, Sukri Damsah Desa Tanjung Baru, membantah dengan pemotongan penyaluran BLT Dana Desa tahun 2025. Jumat (25/04/2025)
Dugaan ketidaksesuaian dalam penyaluran BLT ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Dimana pemotongan dana BLT tersebut berjalan selama tiga tahun Johardi menjabat sebagai Pengulu desa Tanjung Baru.
Sebagian warga menduga ada penyimpangan dalam pengelolaan dana desa, mengingat BLT merupakan program strategis pemerintah untuk membantu masyarakat miskin yang terdampak kondisi ekonomi.
Para penerima berharap pemerintah kabupaten Aceh Tenggara dan pihak kepolisian (Kanit Tipikor) segera turun tangan untuk mengusut dugaan pemotongan ini dan memastikan hak mereka dipenuhi sesuai peraturan yang berlaku.
Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa menjadi tuntutan utama warga untuk mencegah kasus serupa di masa mendatang. Tegasnya [BLT]