BHUTAN – Di peta dunia, Bhutan mungkin terlihat hanya sebagai titik kecil di antara pegunungan Himalaya. Luasnya tak lebih dari 38 ribu kilometer persegi, namun letaknya strategis—tepat diapit oleh dua kekuatan raksasa Asia: Tiongkok di utara dan India di selatan. Posisi ini menjadikan Bhutan ibarat permata mungil yang dijaga namun juga terhimpit oleh dua gunung raksasa.
Dikenal sebagai “Negeri Naga Guntur”, Bhutan memiliki pemandangan alam bak negeri dongeng: lembah hijau yang membentang, puncak bersalju yang menjulang, dan biara-biara kuno yang bertengger di tebing curam. Namun di balik keindahan itu, negara ini menghadapi realitas geopolitik yang tak sederhana. Sengketa perbatasan dengan Tiongkok dan ketergantungan ekonomi pada India menjadi ujian berkelanjutan bagi pemerintah Bhutan.
Meski demikian, Bhutan memilih jalan berbeda dalam membangun masa depannya. Di saat banyak negara mengukur kemajuan dengan Produk Domestik Bruto (PDB), Bhutan memelopori konsep Gross National Happiness atau Kebahagiaan Nasional Bruto. Konsep ini menempatkan kebahagiaan rakyat sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan, dengan empat pilar utama: pelestarian budaya, kelestarian lingkungan, pembangunan ekonomi berkelanjutan, dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Kebijakan ini berhasil menjaga identitas Bhutan tetap utuh. Pakaian tradisional gho dan kira masih menjadi busana sehari-hari, arsitektur kuno tetap dipertahankan, dan lingkungan hidup dilindungi hingga lebih dari 70 persen wilayahnya tertutup hutan.
Namun, tantangan tetap membayangi. Persaingan pengaruh antara India dan Tiongkok di kawasan Asia Selatan membuat Bhutan harus pandai menyeimbangkan hubungan diplomatik. Setiap langkah politik dan ekonomi diambil dengan penuh perhitungan, agar kedaulatan negeri tetap terjaga.
Bagi dunia, Bhutan adalah contoh langka: sebuah negara kecil yang mampu menjaga jati diri dan kebahagiaan rakyatnya di tengah tekanan dua kekuatan raksasa. Sebuah pelajaran bahwa ukuran wilayah tak selalu menentukan besar kecilnya tekad sebuah bangsa.