ACEH TENGAH — Dalam suasana yang sederhana namun sarat makna, tokoh masyarakat Aceh Tengah, Bardan Sahidi, tertangkap kamera sedang menikmati secangkir kopi Gayo. Duduk tenang di balik meja kayu, dengan mata terpejam dan tangan menggenggam erat cangkir hangat, ia larut dalam kenikmatan rasa yang tak sekadar memanjakan lidah—tetapi juga menyentuh sisi emosional dan kultural masyarakat Gayo.
Bagi Bardan, kopi bukan hanya minuman pelepas dahaga. Ia adalah manifestasi dari identitas, kebersamaan, dan kebanggaan akan tanah sendiri. Momen itu menjadi simbol betapa kopi Gayo telah menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut kehidupan masyarakat dataran tinggi Aceh.
Sebagai figur publik yang konsisten menyuarakan nilai-nilai lokal dan budaya, Bardan Sahidi memperlihatkan bahwa ritual minum kopi adalah ruang refleksi, wadah pertukaran pikiran, dan jembatan harmoni sosial. Secangkir kopi yang ia nikmati diyakini berasal dari kebun rakyat di pedalaman Gayo—salah satu kawasan penghasil kopi arabika terbaik dunia.
Dengan mengenakan pakaian kasual berlogo komunitas lokal, ia menyampaikan pesan kuat: mencintai produk daerah bukan sekadar soal konsumsi, melainkan perwujudan nyata dari sikap merawat jati diri, memperkuat ekonomi kerakyatan, dan menghargai hasil keringat petani.
Kopi Gayo dikenal luas karena cita rasanya yang khas, aroma yang kuat, serta proses pengolahan yang masih memegang teguh kearifan lokal. Dari biji hingga cangkir, kopi ini membawa cerita tentang ketekunan, warisan, dan kearifan yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Lewat secangkir kopi, Bardan Sahidi seolah mengajak masyarakat untuk terus menjaga dan membanggakan warisan leluhur. Di Tanah Gayo, kopi bukan sekadar pertanyaan tentang selera—kopi adalah pernyataan tentang siapa kita. [Satria Budi]